Announcements:

Ketika Perempuan Mengambil Peran di Ranah Publik -Ngopi (Ngaos Hepi) bareng Ning Imaz

Ditulis oleh: Mardliyatun Nahdliyah Putri 

Lebih dari sekedar menyeruput kopi, “ngopi” kali ini benar-benar menggugah pikiran dan menyentuh hati. Di kesempatan ini (25 Desember 2022) beruntung sekali, penulis dapat ambil bagian dari “Ngopi Ahad Pagi” yang berlangsung di Masjid Suciati Saliman. Bersama Ning Imaz Fatimatuz Zahra, penulis dengan penuh semangat menyimak isi kajian yang bertemakan “Peran Perempuan di Ruang Publik.”

Ning Imaz menyampaikan bahwa pada dasarnya tanggung jawab perempuan dalam kehidupan sama halnya dengan laki-laki. Artinya keberuntungan akan didapatkan sesuai dengan kebajikan yang dilakukan. Sebagaimana menuntut ilmu, pendidikan bagi seorang perempuan bukan hanya sebatas hak, tetapi juga kewajiban seperti yang telah dibebankan pada laki-laki. Sehingga apabila dilihat dari sisi kemanusiaan, maka perempuan dan laki-laki memiliki tanggung jawab yang sama.

Peran perempuan di ranah publik telah dicontohkan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam Islam yang tidak hanya sibuk pada wilayah domestik. Ning Imaz menyebutkan beberapa sosok perempuan yang berkiprah di ruang publik, yakni Sayyidah Khadijah yang ahli dalam strategi berdagang, Sayyidah Aisyah yang telah meriwayatkan kurang lebih 6000 hadis yang mu’tabarah. Hadis-hadis yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah mencakup hadis-hadis yang tidak bisa diriwayatkan oleh sahabat, seperti hadis mengenai relasi rumah tangga, bersucinya seorang perempuan, haid dan nifas. Selain itu, Sayyidah Nafisah juga merupakan sosok penting dalam perkembangan keilmuan Islam, beliau adalah guru dari Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal. Maka dari itu, perempuan turut andil dalam perkembangan Islam dan perkembangan keilmuan. Perempuan tidak hanya melakukan tugas-tugas yang kurang dihargai tetapi merupakan sebuah tonggak peradaban Islam. 

Perempuan memiliki peran yang signifikan. Selain menjadi seorang ibu rumah tangga, perempuan adalah ibu peradaban. Secara naluri atau kodrati perempuan adalah pendidik pertama dari sebuah bangsa. Oleh karena itu, harus diupayakan agar seorang perempuan menjadi orang yang terdidik, berakhlak baik dan memiliki kehormatan yang baik. Ning imaz memaparkan perkataan ulama yang terkandung dalam kitab ‘Idzotun Nasyiin bahwa perempuan adalah kunci peradaban yang baik, sehingga harus diupayakan agar seorang perempuan memiliki ilmu, akhlak dan hati yang bersih. Apabila hal-hal tersebut dilakukan, maka peran perempuan dalam menjalani kehidupan dan signifikansi hidup seorang perempuan akan maksimal, karena setiap orang menghadapi tuntutan peran yang berbeda. 

Lalu bagaimana dengan perempuan yang memiliki tanggung jawab untuk tampil di ranah publik? Ning Imaz menerangkan bahwa untuk membahas perkara demikian harus menilik kembali hukum-hukum fikih yang ada. Hukum fikih adalah sebuah hukum yang fur’iyyahnya akan menyesuaikan pada relevansi sebuah kasus, kemudian kasus tersebut disesuaikan pada prinsip-prinsip yang berlandaskan pada maslahah. Maslahah tersebut akan dikembalikan pada kacamata al-Qur’an dan Hadis. Dapat dipahami bahwa ulama tidak asal membuat rujukan dalam menentukan hukum, sehingga butuh memperbanyak studi kasus yang kemudian disesuaikan dengan prinsip ushul fikih dan maqashidnya. Selanjutnya, bagaimana pandangan ulama mengenai perempuan yang berkiprah di ruang publik? Ning Imaz melanjutkan materi dengan memberi contoh pertanyaan yang berkaitan. Kemudian beliau menuturkan bahwa Ilmu Fikih telah diwariskan pada ulama-ulama abad pertengahan dengan menyesuaikan studi kasus pada zamannya. Apabila perempuan tidak diperbolehkan keluar, maka pada prinsipnya seorang perempuan harus berada di rumah untuk menjaga diri dari fitnah. Dalam hal ini yang ditekankan dalam fikih klasik adalah fitnah tersebut. Fitnah yang dimaksud adalah ditakutkan adanya aktivitas seksual yang dapat merugikan seorang perempuan. 

Apabila titik tekan perihal tersebut adalah berdiamnya perempuan di rumah agar aman dari fitnah, maka ulama-ulama kontemporer dan ulama-ulama fikih setelahnya memaknai bahwa keluarnya perempuan dari rumah di era ini tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan zaman dahulu. Artinya, ketika seorang perempuan keluar dari rumah sudah tidak lagi menjadi ancaman yang merugikan dan timbulnya kejahatan seksual karena dunia sudah berkembang. Oleh karena itu, ulama-ulama kontemporer banyak yang menjelaskan dalam kitab-kitab fiqih kontemporer, seperti kitab Fatawi al-Azhar, Fatawi asy-Syabkah dan lain-lain. Dalam salah satu kitab tersebut dijelaskan bahwa ketika perempuan keluar dari rumah dan memiliki peran di publik, maka hal tersebut diperbolehkan selama mampu menjaga diri dari fitnah. Sehingga yang perlu ditekankan adalah apabila seorang perempuan dilegalkan untuk memiliki peran di luar rumah, maka harus mampu menjaga batasan-batasan agar terjaga dari ancaman-ancaman yang merugikan. Ning Imaz menegaskan bahwa fikih sangat fleksibel dalam memandang perihal perempuan yang berkiprah di luar rumah, tergantung bagaimana seorang perempuan tersebut dibutuhkan. Maka dari itu, hal tersebut tidak lagi menjadi persoalan yang perlu diperdebatkan karena pada dasarnya hal tersebut diperbolehkan.

Penyunting: Rahmanda Mutia Primardani

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2024, All Rights Reserved