Announcements:

Indahnya Toleransi Beragama

Ditulis oleh: Azniar Sani Reswara

Tidak ada yang lebih indah dari sebuah perbedaan selain merawat toleransi. Memelihara sikap ini akan menjadikan kondisi masyarakat yang heterogen layaknya pelangi yang indah dengan kombinasi warnanya.

Toleransi atau تَسَامُحٌ (tasāmuḥun) dalam bahasa Arab diartikan sebagai sikap saling menghormati satu sama lain. Sikap menghormati tercermin dari kemampuan seseorang  menerima perbedaan pendapat dan keyakinan, tanpa harus menghakimi atau merendahkan satu sama lain. Indonesia dengan segala keragamannya, menjadikannya sebagai negara yang unik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku, 2.161 adat istiadat, 718 bahasa, lima ras, dan enam agama.

Keragaman tersebut menuntut Indonesia menjadikan sikap toleransi sebagai sebuah budaya. Salah satu daerah yang menjunjung tinggi toleransi adalah Kalurahan Sendangarum, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kalurahan Sendangarum terbagi menjadi sembilan pedukahan, yaitu Daratan I, II, III, Ngijon, Sanan, Singojayan, Soromintan, Tinggen, dan Toglengan. Penduduk Kalurahan Sendangarum berjumlah 4.170 jiwa, dengan mayoritas masyarakat beragama Islam dan Katolik. Heterogenitas ini bukan menjadi hambatan untuk membangun toleransi, melainkan justru menghadirkan harmoni di daerah tersebut, salah satunya di Dukuh Daratan II.

Toleransi antarumat beragama di Dukuh Daratan II masih sangat kental. Interaksi masyarakat dengan sapaan Assalāmu‘alaikum dan selamat pagi terdengar setiap harinya. Keberagaman ini tampak jelas dengan bangunan yang digunakan sebagai tempat ibadah masing-masing agama posisinya berdampingan. Bangunan Masjid Al-Fath Jonggrangan (LDII) berdampingan dengan Kapel Franciscus Xaverius dan hanya terpisah oleh sebuah jembatan. Begitu juga dengan Masjid Nurul Asfar yang posisinya berseberangan dengan Sekolah Tinggi Agama Katolik Taruna Bhakti. Jarak keempat bangunan ini sangat dekat. Meskipun demikian, tidak mengusik aktivitas peribadatan masing-masing agama. 

Aliran Islam LDII di Daratan II pun tidak seekstrem informasi yang diberitakan kebanyakan media. Jemaah LDII di daerah tersebut tidak menganggap najis umat Islam yang bukan merupakan golongan mereka. Jemaah LDII terbuka untuk siapapun yang ingin berkunjung ke rumah mereka. 

Masjid  Nurul Asfar sebagai pusat penyebaran Islam di Dukuh Daratan II dengan 39 jemaah mualaf, menjadi tempat favorit bagi masyarakat dan mahasiswa STAK Taruna Bhakti. Biasanya mereka menghabiskan waktu dari pagi hingga menjelang sore. Masjid ini menjadi pilihan karena di area masjid terdapat Museum Mualaf, toko kelontong, warung lotek, dan warung soto yang dikelola oleh keluarga mualaf.

Adapun salah satu kegiatan masyarakat yang rutin dilaksanakan setiap Senin sore, berupa senam dan arisan ibu-ibu yang sesekali bertempat di STAK Taruna Bhakti. Kegiatan tersebut menjadi momen kebersamaan masyarakat tanpa harus membedakan agama, ras, dan budaya.

Fenomena toleransi seperti inilah yang patut dicontoh oleh masyarakat.  Toleransi menjadi sebuah kebiasaan atau hal yang lumrah. Masyarakat pun damai hidup berdampingan tanpa harus memandang remeh satu sama lain. 

Penyunting: Mauliya Redyan Nurjannah

Penyelaras Aksara: Ayu Festian Larasati

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *