Cara Mengelola Harta Menurut Islam
- 7 November 2023
- Masjid Suciati Saliman
- Fikih
- 384 views
Ditulis oleh: Mauliya Redyan Nurjannah
“Often, the more money you make the more money you spend; that’s why more money doesn’t make your rich, assets make you rich.” –Robert Kiyosaki
Kutipan tersebut memberikan pemahaman bahwa tidak selamanya orang yang memiliki banyak uang dikatakan sebagai orang kaya. Mengapa demikian? Karena orang yang memiliki banyak uang belum tentu memiliki banyak aset. Perkembangan teknologi digital di era sekarang, sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku konsumen.
Saat ini, hanya berbekal gawai, seseorang dapat melakukan transaksi di mana pun dan kapan pun. Pembayaran secara nontunai atau cashless membuat sebagian orang merasa tidak mengeluarkan uangnya. Hal ini dikarenakan saat melakukan transaksi, konsumen tidak melihat secara langsung wujud uang yang diserahkan. Banyak orang akhirnya merasa kebingungan dan terlambat menyadari sisa uang di dompet semakin menipis.
Akses terhadap e-commerce dan inovasi pada payment system, yaitu sistem yang digunakan dalam proses pembayaran memberikan kemudahan dalam berbelanja. Inovasi tersebut, berupa quick response indonesia standard (QRIS), dana, shopeepay, dan lainnya. Namun, sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa manusia cenderung sulit merasa puas. Akibatnya, konsumen membeli sesuatu tanpa berpikir dua kali (impulsive buying). Perilaku tersebut semakin diperkuat dengan gencarnya strategi promosi marketplace, seperti flash sale, cashback, gratis ongkos kirim, buy 1 get 1 free, dan beragam model promo lainnya.1 Selain itu, masyarakat sering merasa takut ketinggalan tren.
Apabila kebiasaan tersebut terus dilakukan dapat dipastikan melek finansial akan sulit terwujud. Morgan Housel dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Money menuliskan bahwa membelanjakan uang untuk memamerkan kekayaan yang dimiliki adalah cara cepat untuk menjadi miskin.2 Sebuah ungkapan lainnya menyatakan sekaya apa pun seseorang apabila tidak melek finansial akan menjadikannya miskin. Mengapa demikian? Karena orang yang melek finansial akan lebih mampu mengatur pos-pos pengeluaran.
Orang kaya memiliki kebiasaan di antaranya: Fokus pada investasi atau mengembangkan sayap bisnis bukan konsumsi, menabung menjadi sebuah keharusan bukan pilihan, dan berhemat.3 Maka penting bagi setiap individu mempelajari ilmu manajemen keuangan supaya harta yang dimiliki tidak dibelanjakan dengan sia-sia.
Islam telah memberikan aturan bagi umat Muslim dalam membelanjakan harta. Istilah harta dalam bahasa Arab disebut māl. Secara harfiah bermakna, manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan terhadap harta. Hal tersebut ditegaskan juga dalam Al-Qur’an surah Āli ‘Imrān ayat 14:4
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.”
Harta atau uang dalam Islam merupakan flow concept, artinya uang harus diputar untuk usaha riil supaya menghasilkan keuntungan. Keuntungan yang didapat tentunya harus dikelola dengan baik. Selain untuk konsumsi juga ditabung atau diinvestasikan.5 Hal tersebut bisa dipahami dengan mulai mempelajari bagaimana mengelola keuangan dengan baik.
Mengapa kita perlu mempelajari ilmu tentang manajemen keuangan?
Ilmu tentang wealth management ini sangat penting karena sejatinya sumber daya, termasuk kekayaan hanyalah titipan Allah SWT. Sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin untuk mencapai kesejahteraan di dunia maupun di akhirat (falah).
Islam sangat mengakui kepemilikan individu, artinya individu diberi hak khusus untuk memiliki, menggunakan dan mengelola pemberian Allah SWT. Mengelola harta pun harus sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. Namun, dalam perspektif Islam harta hanyalah titipan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan kemaslahatan bersama, bukan untuk diri sendiri. Karena sejatinya pemilik mutlak ialah Allah SWT.6
Beda halnya dengan paham sosialisme yang mengabaikan kepemilikan pribadi karena negaralah yang mengatur serta menguasai sumber daya yang ada. Selain itu, terdapat paham kapitalisme yang juga mengakui kepemilikan individu maupun swasta. Namun, adanya praktik ketidakadilan dalam paham tersebut, membebaskan individu atau swasta untuk mengeksploitasi dan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Kapitalisme juga mengabaikan sikap moral dalam berusaha.7
Jika kita membandingkan konsep kepemilikan sosialisme, kapitalisme dengan konsep kepemilikan perspektif Islam maka kita akan memahami betapa Allah SWT telah mengatur semuanya dengan sangat apik. Pengakuan Islam terhadap konsep individual ownership ini menjadi bukti bahwa Islam mendorong setiap individu untuk menjadi kaya. Namun, masih ada dari kalangan Muslim yang terkadang menganggap kaya itu berbahaya. Hal ini disebabkan karena kekeliruan dalam memahami hadis berikut:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, orang-orang beriman yang fakir kelak akan masuk surga terlebih dahulu setengah hari yang setara 500 tahun lamanya daripada orang kaya (HR. Ibnu Majah).”
Berdasarkan hadis tersebut, apakah kemudian semua orang fakir atau miskin akan lebih dahulu masuk surga? Nyatanya orang miskin yang dimaksud adalah mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kehidupannya setelah berusaha. Namun, mereka tetap bersabar dan tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan.
Sejatinya, Allah SWT memberikan kelebihan harta sebagai fasilitas dan penyeimbang kehidupan bagi manusia. Harta yang dimiliki seseorang dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk menebar kebermanfaatan. Jadi, kaya tidak selamanya berbahaya, tergantung bagaimana seseorang mengelola harta yang dimiliki.
Dr. M. Syafii Antonio (Nio Gwan Chung), seorang Mualaf keturunan Tionghoa, juga merupakan salah satu ikon keuangan dan perbankan syariah di Indonesia. Dalam salah satu videonya di kanal youtube “Quantum Bisnis Nabawi”, beliau membagikan tips mengelola keuangan berdasarkan sunnah Rasul. Pertama, income maximization, berkaitan dengan bagaimana memaksimalkan harta, baik dengan berbisnis maupun pekerjaan lainnya. Kedua, spending management, yaitu sikap moderat dalam membelanjakan harta (tidak boros, tidak juga pelit). Ketiga, investment strategy, untuk mempersiapkan berbagai kemungkinan yang terjadi di masa depan.8 Keempat, insurance options, dalam Islam disebut dengan istilah at-ta’min yang berarti perlindungan atau ketenangan. Asuransi bertujuan untuk mengamankan kekayaan dalam menghadapi risiko masa depan.Termasuk dalam hal ini adalah asuransi untuk kesehatan.
Kelima, menunaikan zakat, sedekah, wakaf dan pajak. ZISWAF dalam ajaran Islam merupakan ibadah sosial. Keenam, pension planning, yakni bagaimana merencanakan kehidupan hari tua. Membuat perencanaan akan memudahkan seseorang untuk menjalankan tujuan hidup di masa depan dengan lebih terarah dan terukur.9 Ketujuh, estate planning atau waris. Ilmu waris sangat penting karena Islam tidak menginginkan seseorang meninggalkan keluarga dalam keadaan lemah, baik secara finansial maupun ilmu pengetahuan. Sebelum terlambat, penulis berharap, tulisan ini menjadi pengingat bagi para pembaca akan pentingnya mengelola keuangan dan mulai terbiasa memanfaatkannya dengan baik.
Morgan Housel juga dalam bukunya menyatakan mengelola uang dengan baik tidak ada hubungannya dengan kecerdasan seseorang akan tetapi berhubungan dengan perilaku. Dan perilaku sukar diajarkan, bahkan kepada orang-orang yang sangat cerdas. Maka dari itu, menumbuhkan habit yang baik dalam mengelola keuangan harus dimulai dari sekarang.
Referensi Buku
Housel, Morgan. (2020). The Psychology of Money. Tangerang Selatan: PT Bentara Aksara Cahaya.
Munir, Misbahul & Djalaluddin, A. (2014). Ekonomi Qur’an Doktrin Reformasi Ekonomi dalam Al-Qur’an. Malang: UIN-Maliki Press.
Shohiha, Aqida. (2020). Investapedia. Yogyakarta: Laksana.
Satryo, S. B., & Nurdiana, S. (2021). Modul UMKM Industri halal: Manajemen Kekayaan Syariah: Bank Syariah Indonesia, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, dan Ekonomi Syariah.
Mang Masi. (2020). Saham Syariah Kelas Pemula. Jakarta: PT Gramedia.
Abi, Ahmad (2022). The Master of Life Planning. Yogyakarta: Psikologi Corner.
Referensi Jurnal
Ramli, T. A. (2005). Kepemilikan Pribadi Perspektif Islam, Kapitalis, Dan Sosialis. Mimbar, 21(1), 1–13.
Zaki, M. (2014). Kepemilikan Individu Menurut Islam (OWNERSHIP ACCORDING TO ISLAM ). 2(1), 97–112.
Website
Kurniawan, Alhafiz. Kriteria Orang Miskin yang Masuk Surga Lebih Dahulu daripada Orang Kaya. (2020, August 31). Diakses dari https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kriteria-orang-miskin-yang-masuk-surga-lebih-dahulu-daripada-orang-kaya-ZdS1x
Profile Dr. M Syafii Antonio. Diakses pada 31 oktober 2023 dari https://www.stei.tazkia.id/profile-dr-m-syafii-antonio.
Sikapi Otoritas Jasa Keuangan. Ciri-ciri orang “kaya beneran” dan “pura-pura kaya”. Diakses pada 31 Oktober 2023 dari https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/20605
Penyunting Ayu Festian Larasati
Penyelaras Aksara Afifa Mita Faqiha
Leave Your Comments
Copyright 2024, All Rights Reserved
One Comment to 'Cara Mengelola Harta Menurut Islam'
H. Jalaluddin, S.H. M.H.
13 November 2023 at 8:43 pmMembaca dan menulis merupakan jalan utama menuju kesuksesan, karena dari sebuah tulisan orang menjadi ternama dan orang bisa mengenal siapa kita. Kejar dan kuasailah dunia ini melalui goresan pena yang kau persembahkan bagi setiap pembaca.