Kisah Perempuan yang Berkomunikasi Menggunakan Ayat Al-Qur’an
Ditulis oleh: Zihan Nur Rahma
Ada sebuah kisah menarik tentang seorang perempuan berbangsa Arab yang selalu berbicara menggunakan Al-Qur’an bukan sebagai retorika. Namun, sebagai pengganti bahasa komunikasi sehari-hari. Kisah ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Al-Mubarak. Kisah yang mengagumkan sekaligus problematik. Perempuan yang tidak pernah berbicara melainkan ayat Al-Qur’an yang keluar dari lisannya. Di sisi lain, hal tersebut wajar terjadi karena notabene Al-Qur’an memang berbahasa Arab.
Sebenarnya, banyak riwayat tentang kisah ini, tetapi Penulis akan mencantumkan sedikit contoh percakapan tersebut. Bermula dari peziarah Baitullah yang melihat seorang perempuan tua berjalan sendirian di padang pasir. Kemudian, sang peziarah menyapa,
أَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Lalu, perempuan tua itu menjawab,
سَلَامٌ قَوْلاً مِّن رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam’ sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin[36]: 58)
Kemudian peziarah itu bertanya, “Apa yang kamu lakukan di tempat ini?”
Lantas dijawab,
مَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَلَا هَادِيَ لَهٗ
“Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk.” (QS. Al-A’raf[7]: 186)
Sehingga dipahami bahwa perempuan itu sedang tersesat. Peziarah itu bertanya lagi, “Kamu hendak ke mana?”
Dia menjawab,
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا
“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa.” (QS. Al-Isra’[17]: 1)
Kemudian, dia mengetahui bahwa perempuan tadi telah menunaikan ibadah haji dan hendak mengunjungi Yerusalem. Penulis hanya mengutip sedikit percakapan dalam kisah tersebut. Intinya, setiap pertanyaan yang ditujukan kepadanya, dijawab menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an.
Diceritakan pula alasan perempuan tersebut tidak pernah berbicara sebagaimana kebiasaan orang lain. Diantaranya untuk melindungi lisannya dari perkataan tercela. Meskipun banyak perdebatan hukum tentang penggunaan Al-Qur’an sebagai bahasa komunikasi manusia dan validasi kisah tersebut.[1] Namun, ada hikmah penting yang harus diperhatikan, yakni menjaga lisan.
Socrates, Plato, dan Aristoteles memandang retorika dan puisi sebagai alat yang sering digunakan untuk memanipulasi orang lain.[2] Seni berbicara inilah yang dikhawatirkan sebagian ulama jika menggunakan Al-Qur’an sebagai bahasa untuk berkomunikasi. Jelas sekali bahwa Al-Qur’an bukanlah retorika.
Di sisi lain, hal ini akan berbeda apabila dipraktikkan di negara non-Arab. Bisa dibayangkan ketika orang non-Arab berbicara menggunakan bahasa Arab. Sedangkan lawan bicaranya sama sekali tidak paham bahasa Arab, pasti dia akan kebingungan.
Penulis tidak akan membahas perdebatan hukum pada kasus tersebut. Hanya saja, kita perlu mengambil hikmah bahwa setiap orang seharusnya senantiasa berhati-hati dalam berbicara. Sebab kelak, segala ucapan yang keluar dari mulut seorang hamba, tentu akan diminta pertanggungjawabannya.
Wallahu a’lam.
[2] Aristoteles, terj. Deden Sry Handayani, Retorika Aristoteles, Yogyakarta: BASABASI, 2018
Penyunting: Mauliya Redyan Nurjannah
Penyelaras Aksara: Faqiha Mita Afifa
Copyright 2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments