Announcements:

Representasi Perempuan di Media Periklanan

Ditulis oleh: Azniar Sani Reswara

Zaman sudah serba canggih dan praktis. Mulai bangun tidur hingga tidur kembali, manusia telah dimanjakan dengan perkembangan teknologi salah satunya, teknologi media massa. Media menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau sarana komunikasi, seperti koran, majalah, televisi, film, poster, dan spanduk. Seiring berjalannya waktu, media massa sudah menjadi alat konsumsi bagi masyarakat, mulai dari anak kecil hingga dewasa. Perkembangan media massa dapat mempermudah komunikasi antarindividu serta akses terhadap berbagai informasi semakin cepat. Hal ini menjadikan media massa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Kelompok yang berkuasa dengan bermodal uang dan tahta cenderung dapat mengontrol media. Dampaknya, media yang kuat akan menciptakan ruang atau opini sendiri. Informasi yang disajikan di media massa juga dapat dengan mudah menggiring persepsi publik dalam memandang sesuatu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa media dapat merepresentasikan banyak hal. Representasi media menurut Stuart Hall merupakan proses memproduksi makna dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang biasanya digunakan akan memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu.

Representasi media juga terjadi di dunia periklanan. Dewasa ini, media periklanan sering kali memanfaatkan bahkan mengeksploitasi perempuan sebagai pemeran dalam mempromosikan berbagai produk. Iklan sabun cuci piring contohnya. Perempuan dalam iklan tersebut digambarkan dengan menggunakan celemek, berada di area dapur, dan sedang mencuci piring.  Selain itu, hampir semua iklan mesin cuci juga memanfaatkan perempuan sebagai bintang iklan. Fenomena tersebut secara tidak langsung merepresentasikan bahwa perempuan identik dengan pekerjaan domestik, seperti bersih-bersih, masak dan lainnya.

Mengapa media menggunakan pemeran perempuan sebagai alat promosi? Apakah karena daya tarik perempuan yang cantik, lemah lembut, dan tutur katanya yang manis? 

Saat ini, media sering kali merepresentasikan perempuan sebagai pemeran domestik saja, padahal pada realitanya, perempuan tidak hanya dapat melakukan pekerjaan rumah tangga. Banyak profesi saat ini yang dapat dilakoni oleh perempuan, seperti dokter, dosen, dan profesi lainnya. Tak jarang perempuan juga berkecimpung di dunia politik dan pemerintahanan. 

Fenomena di dunia periklanan sering kali membangun persepsi publik akan standar kecantikan perempuan. Hal tersebut sangatlah memprihatinkan.  Perempuan berkulit putih, mulus, bertubuh langsing, tinggi, dan berambut panjang biasanya menjadi target biro iklan kecantikan. Secara tidak langsung media memberikan standarisasi terhadap perempuan. Akibatnya, perempuan berlomba-lomba untuk dapat memenuhi standar kecantikan yang diciptakan oleh media tersebut. 

Dampaknya akan terjadi diskriminasi terhadap kaum perempuan, mereka akan menganggap bahwa perempuan berkulit putih, bertubuh tinggi, dan berambut panjang lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan pengelompokan terhadap kaum perempuan itu sendiri, padahal Tuhan telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya ciptaan.

Saat ini, masyarakat sudah sepatutnya tidak menelan mentah-mentah informasi yang didapat. Masyarakat harus mampu menjadi audiens aktif yang dapat memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang hoax dan mana yang sesuai dengan fakta. Tidak hanya itu, masyarakat juga harus mampu mengkritisi berbagai informasi yang beredar sehingga informasi yang didapat lebih akurat dan berdampak positif bagi kehidupan. 

Penyunting: Mauliya Redyan Nurjannah

Penyelaras Aksara: Faqiha Mita Afifa

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright 2024, All Rights Reserved