Self-Improvement dalam Islam: Emang Ada?
Ditulis oleh: Mauliya Redyan Nurjannah
Belakangan ini, tren self-improvement sering kali menjadi bahan diskusi terutama di kalangan milenial. Produk industri self-improvement pun saat ini tidak hanya dalam bentuk buku. Namun, sudah dapat diakses melalui berbagai media, seperti video, podcast, dan platform online lainnya. Bahkan industri self-improvement telah mencapai tingkat di mana orang rela menginvestasikan waktu dan uang untuk mengikuti berbagai pelatihan, seminar, maupun coaching. Peserta pada kegiatan tersebut lebih banyak didominasi oleh kaum milenial dan gen Z.
Kaum milenial dan gen Z umumnya saat ini sedang menghadapi fase quarter life crisis. Quarter life crisis adalah perubahan emosional yang terjadi pada transisi usia remaja menuju dewasa (18-25 tahun). Seseorang yang mengalaminya, cenderung merasa khawatir terhadap masa depan, karir, jodoh, dan lainnya. Perasaan khawatir ini disebabkan karena adanya faktor eksternal, yakni tuntutan lingkungan sekitar dan faktor internal, seperti hasil yang tidak sesuai ekspektasi atau takut gagal.[1] Selain itu, perubahan zaman yang begitu pesat menuntut individu untuk melakukan banyak perubahan dengan cara mengoptimalkan potensi diri.
Pembahasan tentang pengembangan diri berkaitan erat dengan agama yang orientasinya selalu pada kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.[2] Topik pengembangan diri ternyata menjadi perhatian penting dalam ajaran Islam. Pengembangan diri dalam Islam merupakan suatu hal yang harus dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Allah SWT dan tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Dalam hal ini, pengembangan diri diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas diri menjadi lebih baik, semakin produktif dan bermanfaat bagi orang lain. Pengembangan diri merupakan proses peningkatan kemampuan, kepribadian, dan sosial-emosional seseorang supaya terus berkembang.[3]
Aspek-aspek pengembangan diri meliputi, ilmu pengetahuan, akhlak, pola pikir, membangun kebiasaan baik, dan hal positif lainnya. [4] Self-improvement bertujuan untuk meningkatkan keilmuan, keterampilan, dan kemampuan diri sehingga memiliki nilai lebih. Modal tersebut akan membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Self-improvement yang paling penting adalah bagaimana kita meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Islam, melalui ayat Al-Qur’an memberikan penjelasan serta mengingatkan kita untuk selalu introspeksi diri. Hal tersebut dimaksud agar kita tetap dalam kebaikan dengan meningkatkan kualitas keimanan.
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْر ٌۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [28]: 18)
Terdapat juga ungkapan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
“Barang siapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barang siapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”
Ungkapan tersebut menjadi pengingat bagi kita bahwa self-improvement sangat erat kaitannya dengan memanfaatkan waktu. Apabila kita memanfaatkan waktu dengan meningkatkan potensi yang kita miliki maka dapat dipastikan kita termasuk orang yang beruntung. Mengapa demikian? Karena sejatinya kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT adalah nikmat yang besar. Nikmat tersebut harus dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Cara mensyukuri nikmat tersebut adalah dengan mengenali, mengolah dan meningkatkan kemampuan diri dalam berbagai hal. Lalu, bagaimana Islam mengajarkan self-improvement? Berikut merupakan solusi meningkatkan kualitas diri menurut ajaran Islam.[5]
a. Memelihara dan menjaga fisik (jasmani)
Hal yang paling utama untuk dilakukan adalah memelihara kebugaran fisik. Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baik bentuk dan memiliki amanah sebagai wakil Allah di bumi. Tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan secara sempurna apabila kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT dimanfaatkan dengan maksimal. Hal tersebut bisa direalisasikan mulai dari menjaga dan merawat kebugaran jasmani. Terlebih Allah SWT memerintahkan kita untuk beribadah sehingga untuk mengeksekusi perintah tersebut maka kebugaran fisik harus selalu dijaga.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kebugaran fisik adalah olahraga, makan makanan halal, dan istirahat yang cukup. Perintah untuk memakan makanan halal lagi baik adalah semata-mata untuk menjaga tubuh kita supaya terhindar dari penyakit.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqarah [2]: 168)
b. Mengenali diri dan potensi yang dimiliki
Cara selanjutnya yang diajarkan Islam adalah mengenal diri dan potensi yang dimiliki. Seseorang yang sudah memahami self-knowledge dan self-insight akan lebih mudah untuk mengontrol diri sendiri. Orang yang sudah mampu mengenal diri sendiri cenderung memiliki mental yang sehat karena selalu berupaya untuk introspeksi diri. Introspeksi inilah selanjutnya akan membantu seseorang berusaha menjadi lebih baik.
Lebih dari sekedar memahami diri sendiri, kita juga dituntut untuk memahami potensi yang dianugerahi oleh Allah SWT. Potensi tersebut meliputi: potensi jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi tersebut saling berkaitan, akan tetapi komponen yang memegang peran penting dalam menentukan kesuksesan seseorang adalah potensi spiritual dan akal. Karena kedua potensi tersebut manusia dapat mengetahui ke mana akan melangkah, apa yang diinginkan, dan apa yang harus dilakukan. [6]
c. Istiqomah belajar untuk meningkatkan potensi diri
Pendidikan sejatinya berarti pengembangan diri (indra dan pikir) bukan hanya sekedar mengumpulkan dan mengklasifikasi pengetahuan. Pentingnya menuntut ilmu terbukti dari wahyu yang pertama kali turun berkaitan dengan ilmu. Sebagaimana malaikat Jibril langsung mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW, yakni iqro’. Membaca atau belajar merupakan kunci dalam mendapatkan ilmu dan pena sebagai sarana transfer ilmu dari generasi ke generasi.[7] Begitu pentingnya menuntut ilmu sehingga Allah SWT bersumpah melalui kata pena.
نۤ ۚوَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَۙ
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (QS. Al-Qalam [29]: 1)
Tidaklah Allah SWT bersumpah kecuali hal tersebut penting dan bernilai. Maka dari itu, seseorang dapat meningkatkan potensi diri dengan cara menuntut ilmu. Dengan ilmulah setiap orang dapat berkembang, mengetahui aktivitas yang bermanfaat bagi diri sendiri. Begitulah Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu mengembangkan diri.
Demikian tulisan ini, semoga dapat diamalkan dan bermanfaat bagi kita semua.
Referensi
[1] S. H. Fazira, A. Handayani, and F. W. Lestari, “Faktor Penyebab Quarter Life Crisis Pada Dewasa Awal,” J. Pendidik. dan Konseling, vol. 5, no. 2, 2023.
[2] Viki Junianto, “Self Improvement dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadist. Nuskha. Agustus 29, 2023, https://perpus.tebuireng.ac.id/2023/08/24/self-improvement-dalam-perspektif-al-quran-dan-hadist
[3] Marmawi, “Persamaan gender dalam Pengembangan Diri,” Pp. 173–179, 2012.
[4] Julya Nur Ilmiyah, “Tafsir Al-Hasyr 18: Anjuran Self Improvement – Tanwir.ID. Februari 18, 2022, https://tanwir.id/tafsir-al-hasyr-18-anjuran-self-improvement
[5] M. A. Hascan, “Konsep Serta Solusi Pengembangan Diri dalam Islam,” MUMTAZ J. Pendidik. Agama Islam, vol. 1, no. 1, pp. 22–34, 2021.
[6] Irawan, “Potensi Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an,” pp. 46–56.
[7] M. Ghozali, “Menuntut ilmu sarana pengembangan diri dalam persepektif islam,” vol. 2, no. 1, 2021.
Penyunting: Ayu Festian Larasati
Penyelaras Aksara: Faqiha Mita Afifa
Copyright 2024, All Rights Reserved
Leave Your Comments